*/?>

5 Buku Mahasiswa Hubungan Internasional Wajib Baca

Pendidikan
Reporter : Bernetta, 13 Aug 2021
Sumber gambar : University of St. Thomas
Sumber gambar : University of St. Thomas

Interkonektivitas dunia yang dulu hanya fiksi sudah menjadi nyata. Hubungan bilateral bahkan multirateral yang dulu seakan tak mungkin, kini adalah kunci penting tetap berjayanya suatu negara. Dan untuk memahami sinergi dunia melalui pendekatan ilmu sosial, hiduplah jurusan ilmu hubungan internasional bagi para generasi penerus bangsa!

Yup, semakin berkembangnya dunia pendidikan menjadikan segala hal bisa diangkat dalam institusinya, tak terkecuali hubungan internasional. Mereka yang menjalani studi di jurusan satu ini akan dibekali pola pikir kritis dan terbuka mengenai kondisi dunia tepatnya berkaitan dengan kebijakan tentang bagaimana suatu negara menanggapi urusan luar negeri dan isu-isu internasional. Dalam aspek konkrit, hal ini sesuai dengan bagaimana suatu bangsa menentukan posisinya di antara masyarakat dunia; mencakup banyak aspek kepentingan manusia, seperti ekonomi sosial, hukum internasional dan hak asasi manusia. 

 Nah, untuk kamu yang berniat terjun atau sudah terjun ke jurusan hubungan internasional, perlulah menambah literasi agar wawasanmu semakin luas. Untuk menyelami dunia hubungan internasional, terutama dari kacamata negara adidaya, Amerika Serikat, berikut 5 buku mahasiswa jurusan hubungan internasional wajib baca!

The Best and the Brightest (1972); David Halberstam

Dalam The Best and the Brightest (1972), jurnalis David Halberstam mengajari kita tentang konsekuensi bencana dari kebijakan luar negeri yang arogan dan picik melalui contoh Perang Vietnam. Dengan mengkritik kebijakan absurd yang dibuat oleh para intelektual dan politisi di pemerintahan Kennedy, Halberstam mendokumentasikan efek berbahaya dari urusan internasional "tanpa akal sehat." The Best and the Brightest (1972) berfungsi sebagai pengingat serius bagi para praktisi bahwa kebijakan luar negeri hanya efektif jika diteliti dan direncanakan dengan baik.

Why the West Rules — For Now: The Patterns of History, and What They Reveal About the Future (2010); Ian M. Morris

Meskipun sebuah karya sejarah dan bukan studi teknis internasional, adalah sebuah kesayangan untuk mengabaikan karya yang dibuat dalam Why the West Rules — For Now (2010). Dengan membandingkan dunia Barat dan Timur, sejarawan Ian M. Morris berpendapat bahwa faktor penentu di balik dominasi global Barat adalah keberuntungan dan geografi fisik, bukan agama, budaya, genetika, atau politik. Dia berpendapat bahwa kemampuan Barat untuk berperang, menjajah, dengan cepat melakukan industrialisasi, dan mengembangkan terobosan ilmiah/teknologi adalah hasil dari geografi historis kita dan sumber daya yang sebelumnya melimpah dan dapat dieksploitasi.

Bureaucratic Politics and Foreign Policy (2006); Morton Halperin

Dalam Bureaucratic Politics and Foreign Policy (2006), Morton Halperin mengkaji peran birokrasi federal dalam proses pengambilan keputusan. Halperin memberi kita wawasan tentang bagaimana kebijakan luar negeri sebenarnya dibuat di Amerika Serikat dengan menganalisis kontribusi dari Kongres, perwira militer, pejabat politik, penasihat akademik, negarawan, dan sebagainya. Penting untuk dipahami bahwa kebijakan luar negeri tidak dikembangkan secara sepihak, tetapi lebih merupakan hasil dari banyak aktor yang sering berdebat sampai pada suatu kesimpulan. Mekanisme dan institusi internal yang menyusun kebijakan luar negeri AS terkadang bisa bertentangan satu sama lain, dan Halperin membantu memahami semuanya.

Orientalism (1978); Edward W. Said

Dalam Orientalisme (1978), Edward W. Said mengubah cara pandang kita tentang “Timur”. Said berpendapat bahwa penggambaran Barat yang merendahkan, fiksi, dan arogan tentang orang-orang yang mendiami Asia, Timur Tengah, dan Afrika adalah hasil dari imperialisme selama berabad-abad. Said percaya bahwa kesalahpahaman Barat tentang masyarakat Timur hanya memperkuat konflik lebih lanjut ketika mencoba untuk memperkuat dominasi Barat atas orang-orang yang pernah mereka taklukkan. Ini adalah dasar penting untuk pasca-strukturalisme dan pengaruhnya dalam hubungan internasional, serta pengantar untuk lebih memahami masyarakat Timur.

Turbulence in World Politics (1990); James N. Rosenau

Sebagai sebuah karya konstruktivisme, James N. Rosenau mencoba untuk mengkonseptualisasikan kembali teori hubungan internasional melalui mata individu dan masyarakat. Rosenau menemukan bahwa realisme dan liberalisme tidak cukup untuk menjelaskan gejolak di Dunia Ketiga pasca-Perang Dunia II, jadi dia terjun ke lapangan untuk memahami bagaimana pergeseran sosial dan gerakan budaya berdampak pada pola pikir global. Dengan mengklasifikasikan dunia sebagai entitas multi-kutub, multi-etnis, multi-budaya, Rosenau meruntuhkan berbagai identitas yang membentuk era geopolitik antara 1945 dan 1990.