*/?>

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Ini 5 Teori Komunikasi Paling Populer Yang Mesti Kamu Kuasai!

Pendidikan
Reporter : Bernetta, 23 Nov 2021
Sumber gambar : G2
Sumber gambar : G2

Kewajiban super wajib seorang mahasiswa adalah membaca. Walaupun malas, mau tak mau harus membaca juga karena mereka akan dijejali tugas pemahaman, salah satunya teori serta penerapannya pada penelitian. Dalam contoh kasus 'teori' ini, akan kelabakan sendiri kalau tak satu pun yang dipahami. Mengapa? Ya, akan susah mau melaju ke ide penelitian, misalnya, ketika tak tahu menahu teori apa yang harus digunakan. Bagaimana memulai mindmap penelitian kalau landasan saja melompong?

Maka dari itu, sejak semester dini, pengetahuan mengenai teori sudah harus masuk di otak. Jangka panjangnya akan terasa nantinya saat dihadapkan pada kelas-kelas yang mengharuskan pendalaman komprehensif pada teori-teori itu sendiri. Harus mau dibaca; hari ini, saat ini, detik ini. Kalau ditanya dimana? Tentu di kuliahdimana.id yang kali ini akan membahas 5 teori yang sering muncul di jurusan ilmu komunikasi!

 

Teori Disonansi Kognitif

Bentrokan atau ketegangan mental yang dihasilkan dari proses memperoleh pengetahuan atau pemahaman melalui indera disebut disonansi kognitif. Secara sederhana benturan pikiran ini dapat terjadi ketika kita harus memilih salah satu dari beberapa pilihan. Kita dapat merasakan perasaan tidak nyaman dari dua pikiran yang saling bertentangan. Dimasukkan dalam rangka teori, teori disonansi kofgnitif dapat membantu kita memahami bahwa pikiran kita memiliki kecenderungan untuk menghindari bentrokan dan ketegangan melalui berbagai metode untuk mencapai harmoni. Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Leon Festinger.

Teori Negosiasi Wajah

Hubungan mendasari kehidupan setiap individu karena manusia adalah makhluk sosial. Tapi konflik tidak bisa dihindari dalam suatu hubungan. Teori negosiasi wajah menjelaskan bagaimana perbedaan budaya pada orang mempengaruhi cara mereka mengelola konflik. Teori ini dirumuskan oleh Stella Ting-Toomey, profesor komunikasi di California State University. Toomey menjelaskan bahwa perbedaan dalam penanganan konflik dapat menjadi bagian dari menjaga 'wajah' di masyarakat. Wajah tidak lain adalah identitas, persona yang kita pertahankan di masyarakat—citra publik. Sebagai wajah mewakili diri sendiri dalam masyarakat, orang-orang menampilkan sikap yang ingin mereka tunjukkan pada orang lain.

Teori Kultivasi

Teori kultivasi dikemukakan oleh George Gerbner. Ini adalah salah satu teori inti dari efek media. Menurut teori tersebut, orang yang sering menonton televisi lebih cenderung terpengaruh oleh pesan-pesan dari dunia pertelevisian. Pengaruhnya sedemikian rupa sehingga pandangan dan persepsi dunia mereka mulai mencerminkan apa yang mereka lihat dan dengar berulang kali di televisi. Oleh karena itu, televisi dianggap berkontribusi secara independen terhadap cara orang memandang realitas sosial. Teori ini menjelaskan bahkwa semakin sering seseorang menonton televisi, semakin besar kemungkinan dia dipengaruhi oleh apa yang dia tonton jika dibandingkan dengan orang lain yang menonton lebih sedikit meskipun mereka memiliki karakteristik demografis serupa lainnya.

Teori Spiral Keheningan

Elisabeth Noelle-Neumann, ilmuwan politik Jerman menyumbangkan model terkenal yang disebut "Spiral of Silence". Melalui teori spiral keheninga  ini Neumann secara tidak langsung menjelaskan status Yahudi selama Perang Dunia II di bawah kendali Nazi. Di sini, Adolf Hitler mendominasi seluruh masyarakat dan minoritas Yahudi menjadi diam karena takut akan isolasi atau pemisahan. Pandangan yang satu mendominasi pemandangan publik sehingga pandangan lainnya menghilang dari kesadaran publik karena mereka terbungkam. Dengan kata lain, orang-orang takut akan pemisahan atau isolasi orang-orang di sekitar mereka, mereka cenderung menjaga sikap mereka ketika mereka berpikir bahwa mereka adalah minoritas.

Teori Kegunaan dan Gratifikasi

Dicetus oleh Katz and Blumler, Teori Kegunaan dan Gratifikasi membahas tentang pengaruh media terhadap manusia. Ini menjelaskan bagaimana orang menggunakan media untuk kebutuhan mereka sendiri dan merasa puas ketika kebutuhan mereka terpenuhi. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa teori tersebut berargumen tentang apa yang dilakukan orang dengan media daripada apa yang dilakukan media terhadap orang. Teori ini memiliki pendekatan yang berpusat pada pengguna/audiens. Bahkan untuk komunikasi, katakanlah – antarpribadi, orang merujuk pada media untuk topik yang dibicarakan di antara mereka sendiri. Dengan merujuk media, mereka mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan paparan dunia di luar penglihatan mereka yang terbatas.