*/?>

Memahami Multikulturalisme

Pendidikan
Reporter : Bernetta, 08 Oct 2020
Sumber gambar : emaze.me
Sumber gambar : emaze.me

Indonesia telah melangkah jauh ke arah konseptualisasi dan penerapan visi nasional koeksistensi multikulturalisme ketika Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai semboyan nasional Indonesia. Ya, sudah berpuluh-puluh tahun kita hidup dalam negara multikultur. Namun apakah kita sudah benar-benar memahami apa itu multikulturalisme? Belum tentu. Maka dari itu, mari menilik apa itu multikulturalisme dengan lebih dekat!

Kata kunci dalam multikulturalisme adalah pengenalan akan perbedaan dan apresiasi, dua kata yang sering dikontraskan. Oleh karena itu, pendekatan multikulturalisme sebenarnya tidak didasarkan pada kepemilikan budaya tertentu atau dimiliki oleh budaya tertentu, tetapi berdasarkan mengapresiasi dan menghargai perbedaan. Nilainya adalah keragaman budaya bukanlah faktor penentu pemisahan suatu bangsa, tetapi diharapkan dapat menjadi “bumbu kehidupan” sebagai perekat berbagai bangsa di dunia.

Kemudian, masyarakat multikultural dicirikan oleh orang-orang dari berbagai ras, etnis, dan kebangsaan yang hidup bersama dalam komunitas yang sama. Dalam komunitas multikultural, orang mempertahankan, mewariskan, merayakan, dan berbagi cara hidup, bahasa, seni, tradisi, dan perilaku budaya mereka yang unik. Nilainya adalah pandangan bahwa budaya, ras, dan etnis, terutama dari kelompok minoritas ini, layak mendapatkan pengakuan khusus atas perbedaan mereka dalam budaya politik yang dominan.

Pengakuan tersebut dapat berupa pengakuan atas sumbangan-sumbangan kehidupan budaya masyarakat politik secara keseluruhan, tuntutan perlindungan khusus menurut undang-undang bagi kelompok budaya tertentu, atau hak otonom pemerintahan bagi budaya tertentu. Multikulturalisme adalah respons terhadap fakta pluralisme budaya dalam demokrasi modern dan cara memberi kompensasi kepada kelompok budaya atas pengucilan, diskriminasi, dan penindasan di masa lalu.

Pada tahun 2001, Konferensi Umum UNESCO juga mengambil posisi ini dalam Deklarasi Universal tentang Keanekaragaman Budaya bahwa "... keanekaragaman budaya adalah penting bagi umat manusia seperti keanekaragaman hayati untuk alam". Saat ini, seluruh negara, tempat kerja, dan sekolah semakin terdiri dari berbagai kelompok budaya, ras, dan etnis. Dengan mengenali dan mempelajari berbagai kelompok ini, komunitas membangun kepercayaan, rasa hormat, dan pemahaman di semua budaya.

Tetapi, masyarakat multikultural pun mengandung potensi konflik. Konflik terjadi karena masyarakat multikultural mengandung berbagai kepentingan, institusi, organisasi dan kelas sosial yang tidak selalu memiliki kesamaan dan kepentingan yang harmonis. Konflik dapat disebabkan oleh banyak hal. Konflik dapat disebabkan oleh polarisasi sosial yang memisahkan masyarakat berdasarkan pengelompokan tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, Indonesia harus melaksanakan pendidikan multikultural yang menitikberatkan pada (1) daerah, etnis dan tradisi; (2) iman; dan (3) toleransi. Apalagi Indonesia harus memastikan keamanan multikultural bagi warganya, seperti, menjaga keamanan ekonomi dan keamanan budaya. Ini akan memberikan solusi untuk konflik, atau meminimalkan kemungkinan konflik secara signifikan. Dalam kondisi keberagaman ini, strategi pencegahan konflik budaya adalah dengan melakukan dialog antar budaya. (Zarbaliyev, 2017)

Untuk itu, dalam menghadapi masyarakat majemuk, pemerintah haruslah menciptakan berbagai kebijakan, seperti memberikan kesempatan yang sama dan bahkan hasilnya bersifat protektif, terutama bagi kelompok / etnis yang “timpang” karena nyatanya, multikulturalisme adalah semacam budaya dan ideologi yang dapat mewujudkan masyarakat yang sehat. Multikulturalisme pada prinsipnya dimaksudkan untuk menciptakan konteks sosial politik yang memungkinkan individu untuk mengembangkan jati diri yang sehat dan saling mengembangkan sikap antarkelompok yang positif demi demokrasi, hak asasi manusia, dan kesejahteraan sosial (Suparlan, 2002: 99; 2003: 55).

Akhirnya multikulturalisme adalah hal yang Indonesia harus rawat. Ia bisa menjadi berkah atau beban, karunia atau bencana. Maka dari itu, yuk mulai dari diri sendiri dan belajar untuk memeluk perbedaan, mengapresiasinya dan menumbuhkannya. Jika tidak dimulai dari diri sendiri, siapa lagi?