*/?>

Memahami Darwinisme: Teori Evolusi

Pendidikan
Reporter : Bernetta, 10 Jun 2022
Sumber gambar : macrovector
Sumber gambar : macrovector

Elaborasi Singkat Darwinisme

Darwinisme, teori mekanisme evolusi yang dikemukakan oleh Charles Darwin adalah penjelasan tentang perubahan organik spesies. Menurutnya, evolusi didorong terutama oleh seleksi alam.

Darwin menyebutkan bahwa evolusi pada dasarnya disebabkan oleh interaksi tiga prinsip: (1) variasi—faktor liberalisasi, yang tidak coba dijelaskan oleh Darwin, hadir dalam segala bentuk kehidupan; (2) hereditas— yang mentransmisikan bentuk organik serupa dari satu generasi ke generasi lainnya; dan (3) perjuangan untuk eksistensi—yang menentukan variasi yang akan memberikan keuntungan dalam lingkungan tertentu, sehingga mengubah spesies melalui tingkat reproduksi selektif.

Inti Pemikiran Darwinisme

Menurut Darwin, spesies terdiri dari individu-individu yang sedikit berbeda satu sama lain sehubungan dengan banyak sifat mereka. Spesies memiliki kecenderungan untuk bertambah jumlahnya dari generasi ke generasi. Sumber daya yang terbatas, penyakit, pemangsaan, dan sebagainya, menciptakan perjuangan untuk bertahan hidup di antara anggota suatu spesies.

Beberapa spesies akan memiliki variasi yang memberi mereka sedikit keuntungan dalam perjuangan ini, variasi yang memungkinkan akses yang lebih efisien atau lebih baik ke sumber daya, ketahanan yang lebih besar terhadap penyakit, keberhasilan yang lebih besar dalam menghindari pemangsaan, dan seterusnya. Spesies ini akan cenderung bertahan lebih baik dan meninggalkan lebih banyak keturunan dimana keturunan ini akan mewarisi variasi induk atau orang tuanya. Oleh karena itu variasi yang menguntungkan akan cenderung diturunkan lebih sering daripada yang lain dan dengan demikian dipertahankan, sebuah kecenderungan yang diberi label Darwin sebagai 'Seleksi Alam'.

Seleksi Alam

Darwin memilih istilah "seleksi alam" untuk mengontraskannya dengan "seleksi buatan", di mana para peternak hewan memilih sifat-sifat tertentu yang mereka inginkan pada hewan. Dalam seleksi alam, lingkungan lah, bukan manusia, yang melakukan seleksi. Teori ini kadang-kadang digambarkan sebagai "survival of the fittest," tetapi karakterisasi ini bisa menyesatkan, kata Briana Pobiner, seorang antropolog dan pendidik di Smithsonian National Museum of Natural History di Washington, D.C., yang mengkhususkan diri dalam studi asal-usul manusia. Di sini, "kebugaran (read: fittest)" tidak mengacu pada kekuatan organisme atau atletis, melainkan kemampuannya untuk bertahan hidup dan bereproduksi karena adanya adaptabilitas yang tinggi.

Seleksi alam dapat mengubah spesies dengan cara sederhana, menyebabkan populasi berubah warna atau ukuran selama beberapa generasi. Ketika proses ini terjadi dalam waktu yang relatif singkat dan pada spesies atau kelompok kecil organisme, para ilmuwan menyebutnya "evolusi mikro". Tetapi ketika diberi waktu yang cukup dan perubahan yang terakumulasi, seleksi alam dapat menciptakan spesies yang sama sekali baru, sebuah proses yang dikenal sebagai "evolusi makro," menurut Derek Turner dan Joyce C. havstad dalam "Filosofi Makroevolusi." Proses jangka panjang inilah yang mengubah dinosaurus menjadi burung, mamalia amfibi (seperti hewan yang disebut Indohyus) menjadi paus dan nenek moyang kera dan manusia yang sama menjadi manusia, simpanse, dan gorila yang kita kenal sekarang.

Darwinisme Di Mata Komunitas

Satu-satunya komunitas saat ini yang menantang Teori Evolusi Darwin secara serius adalah mereka yang didorong oleh komitmen agama, yaitu, evangelikal Kristen ekstrem yang dikenal sebagai 'fundamentalis' yang menemukan bahwa evolusi bertentangan dengan komitmen mereka sebelumnya kepada Alkitab (terutama Kitab Kejadian) secara harfiah. Ada beberapa Darwinian yang berpikir bahwa posisi mereka juga membutuhkan kepercayaan pada beberapa jenis materialisme filosofis, mengklaim bahwa segala jenis kepercayaan supernatural adalah salah atau tidak mungkin. Ateis Baru berada di puncak antrian khusus ini, karena dikatakan bahwa agama adalah sumber dari segala kejahatan, dan Darwinisme adalah obat yang paling efektif.

Perlu ditekankan bahwa sains menjawab banyak pertanyaan, tetapi bahkan Darwinisme tidak menjawab semuanya. (Seperti yang ditekankan oleh para filsuf seperti Karl Popper (1976), "teori yang menjelaskan segala sesuatu mungkin merupakan teori yang tidak menjelaskan apa-apa,")

Sumber: