Dengan perang Ukraine Rusia serta masalah pandemi yang masih ada di dunia, sudah banyak pihak yang mulai memprediksi 2023 gelap akibat resesi. Presiden kita, Jokowi, juga sudah membahas soal resesi ini di beberapa kesempatan. Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat sepertiga ekonomi di dunia telah mengalami resesi atau pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Jerman dan Italia diprediksinya akan merugi, negara-negara adidaya juga akan ikut terseret. Nasib Indonesia? IMF mencatat ekonomi Asia Tenggara sebagai wilayah yang masih akan tumbuh di atas 4% pada 2023, dibandingkan Eropa yang diproyeksi merosot hingga 0,6?n Amerika Utara sebesar 1% pada tahun depan. Tapi, bukan berarti kta akan aman. Dengan interkonektivitas dunia yang tak bisa dipungkiri, satu yang terdampak, yang lain juga bisa ikut sengsara walau skalanya berbeda. Dan, ketika resesi benar-benar terjadi, putaran roda ekonomi yang sudah terseok-seok di 2022 akan makin berat gerakannya di tahun depan yang tinggal hitungan bulan ini.
Tapi, apa itu resesi? Apa penyebabnya? Dan apa upaya yang bisa pemerintah lakukan untuk memeranginya? Kita bahas dengan ringan di artikel kuliahdimana.id kali ini.
Resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi. Para ahli menyatakan resesi ketika ekonomi suatu negara mengalami produk domestik bruto (PDB) negatif dengan roda perekonomian yang mandeg. Biasanya, banyak orang kehilangan pekerjaan, perusahaan membuat penjualan lebih sedikit dan output ekonomi negara secara keseluruhan menurun saat resesi. Meskipun terdengar mengerikan, resesi dianggap sebagai bagian yang tak terhindarkan dari siklus bisnis dan perekonomian suatu negara. Suatu waktu dapat terjadi.
Banyak faktor terjadinya resesi. Beberapa peneliti akan fokus dari kacamata ekonomi, yang lainnya dari kacamata perkembangan industri serta segala segi pandang lainnya. Namun, ada tiga faktor penyebab resesi yang paling mendasar dan mudah dipahami, yaitu:
Dalam kebanyakan kasus, pemerintah dapat mengurangi dan membalikkan resesi dengan mencetak lebih banyak uang, kemudian secara efektif meminjamkan uang dengan suku bunga rendah. Suku bunga yang lebih rendah ini memudahkan rumah tangga dan bisnis untuk meminjam uang dari bank. Pada gilirannya, pinjaman tambahan bank mampu menyuntikkan lebih banyak uang ke dalam perekonomian, sehingga memungkinkan negara untuk pulih dari resesi.
Opsi lain yang mungkin dilakukan adalah meningkatkan pengeluaran, mengurangi pajak, atau keduanya. Tindakan ekspansif seperti itu akan menempatkan lebih banyak uang di tangan bisnis dan konsumen, mendorong bisnis untuk berkembang dan konsumen untuk membeli lebih banyak barang dan jasa.
SUMBER: