*/?>

Mengenal Zoom Fatigue Syndrome Dan Cara Mengatasinya

Pendidikan
Reporter : Bernetta, 10 Aug 2021
Sumber gambar : zoom fatigue syndrome
Sumber gambar : zoom fatigue syndrome

Sebagai mahasiswa di tengah pandemi covid-19, pilihan terbaik yang kamu punya saat ini adalah belajar daring. Selain terbebas dari mobilitas agar mengamankanmu dari penyebaran covid-19, kamu juga punya lebih banyak waktu bersama keluarga. Namun, terlepas dari asyiknya belajar daring (yang artinya kamu bisa bangun kesiangan tanpa perlu terlambat masuk kelas), ada juga sisi negatifnya. Salah satu sisi negatif dari belajar daring ini adalah mungkinnya kamu terkena Zoom Fatigue Syndrome.

Zoom Fatigue Syndrome didefinisikan sebagai kelelahan atau kekhawatiran terkait penggunaan platform komunikasi virtual secara berlebihan  Seperti pengalaman lain yang terkait dengan pandemi virus corona (COVID-19), Zoom Fatigue sangat umum, intens, dan benar-benar baru. Kemudian, dalam upaya memahami 'keletihan baru' yang mungkin membebani lebih dari 300 juta peserta Zoom setiap hari; termasuk mahasiswa, para ahli yang mewakili beragam disiplin ilmu termasuk ekonomi, bisnis, dan ilmu sosial telah memberikan kontribusi penjelasan mereka. Salah satunya berasal dari Jeremy Bailenson, direktur pendiri Stanford Virtual Human Interaction Lab (VHIL) yang menyebut 4 hal penyebab Zoom Fatigue, yaitu:

Penyebab Zoom Fatigue

Zoom Fatigue Syndrome

  1. Baik jumlah kontak mata yang kita lakukan di obrolan video, maupun ukuran wajah di layar, adalah tidak wajar bagi otak. Dalam panggilan Zoom, semua orang melihat semua orang, sepanjang waktu. Seorang pendengar diperlakukan secara nonverbal seperti seorang pembicara, jadi meskipun kamu tidak berbicara sekali dalam rapat, kamu masih melihat wajah-wajah yang menatapmu. Jumlah kontak mata meningkat secara dramatis dan hal tersebut dapat menyebabkan anxiety. Di kehidupan nyata. saat wajah seseorang terlalu dekat dengan kita, otak kita menafsirkannya sebagai situasi intens yang akan mengarah pada konflik.
  2. Sebagian besar platform video menunjukkan tampilanmu di kamera saat mengobrol. Hal tersebut tidak wajar. Bailenson mengutip penelitian yang menunjukkan bahwa ketika kamu melihat cerminan diri sendiri, kamu akan lebih kritis terhadap diri sendiri. Banyak dari kita sekarang melihat diri kita sendiri di obrolan video selama berjam-jam setiap hari. “Hal itu dapat membebani dan membuat stres. Dan ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa ada konsekuensi emosional negatif melihat diri sendiri untuk waktu yang sangat lama.” kutipnya.
  3. Percakapan telepon langsung dan audio memungkinkan kita untuk  lebih leluasa berjalan-jalan dan bergerak. Tetapi dengan konferensi video, sebagian besar kamera memiliki bidang pandang yang ditetapkan, yang berarti seseorang secara umum harus tetap di tempat yang sama. Gerakan dibatasi dengan cara yang tidak alami. “Ada penelitian yang berkembang sekarang yang mengatakan ketika orang bergerak, mereka berkinerja lebih baik secara kognitif,” kata Bailenson.
  4. Bailenson mencatat bahwa dalam interaksi tatap muka yang teratur, komunikasi nonverbal cukup alami dan masing-masing dari kita secara alami membuat dan menafsirkan isyarat nonverbal secara tidak sadar. Namun dalam obrolan video, kita harus bekerja lebih keras untuk mengirim dan menerima sinyal informasi.
    Akibatnya, kata Bailenson, manusia telah mengambil salah satu hal paling alami di dunia – percakapan langsung – dan mengubahnya menjadi sesuatu yang melibatkan banyak pemikiran: “Kita harus memastikan bahwa kepala kita dibingkai video. Jika kita ingin menunjukkan kepada seseorang bahwa kita setuju dengan mereka, kita harus melakukan anggukan yang berlebihan atau mengacungkan jempol. Itu menambah beban kognitif saat kita menggunakan kalori mental untuk berkomunikasi.”

Cara Mengatasi Zoom Fatigue Syndrome

Zoom Fatigue Syndrome

Jangan Multitasking

Yang paling relevan dengan Zoom Fatigue Syndrome adalah kamu (atau siapa pun) tidak dapat fokus 100% atau lebih dari satu hal dalam satu waktu. Jadi, lain kali kamu bergabung dengan video call tetapi mulai mengetik di layar lain atau mengirim pesan ke orang lain di platform lain, ubah perilaku ini. Pastikan otakmu tidak perlu membagi rentang perhatianmu di antara media lainnya, sehingga kamu tidak akan melelahkan diri sendiri.

Tidak Perlu Selalu Nyalakan Video

Jika kamu sedang menonton presentasi orang lain, apakah mereka perlu melihatmu? Jika kamu sedang membuat catatan dari berbagai pembicara yang kamu dengar, apakah peserta lain perlu melihatmu mencatat? Sebelum kamu bergabung dengan rapat apa pun, tanyakan pada diri sendiri, "Apakah orang perlu melihat saya di rapat ini?" Jika jawabannya tidak, gabung dengan audio saja sudah cukup. Pastikan saja kamu tetap berpartisipasi dengan bertanya atau memberikan pendapat sesekali.

Mini Break

Ambil jeda singkat dari video call atau alihkan pandangan dari komputermu sepenuhnya selama beberapa detik sesekali. Hal Ini bukan ajakan untuk mulai melakukan sesuatu yang lain ketika pandanganmu tak mengarah ke zoom call, tetapi untuk mengistirahatkan mata sejenak. Untuk hari-hari ketika kamu tidak dapat menghindari panggilan back-to-back, pertimbangkan untuk membuat zoom call  untuk 25 atau 50 menit (bukan setengah jam dan jam standar) untuk memberi dirimu cukup waktu di antaranya untuk bangun dan bergerak sebentar. Jika kamu melakukan panggilan video selama satu jam, pastikan teman-temanmu diperbolehkan mematikan kamera mereka untuk sebagian panggilan.

Cari Opsi Komunikasi Lain

Kamu juga dapat mengurangi pertemuan dengan menggunakan metode komunikasi lain, seperti opsi asinkron berbasis teks. Platform email dan obrolan seperti Slack atau Twist adalah pilihan populer. Juga ada fitur lain yang dapat kamu manfaatkan seperti cloud. Google dokumen dan penawaran G Suite lainnya memungkinkanmu dan tim bekerja secara kolaboratif dalam dokumen yang sama secara bersamaan—cocok untuk brainstorming, perencanaan, dan banyak lagi. Jika bisa diselesaikan tanpa zoom call, kenapa tidak?